Mudik 2022, cermin kegagalan system transportasi di Indonesia
Tahun 2022 ini kendaraan yang keluar sebanyak 1,9 juta unit kendaraan,” kata Ramadhan. Ramadhan juga menyampaikan, data volume kendaraan di jalan non-tol saat arus mudik Lebaran di tahun 2019 sebanyak 2,2 juta unit. Lalu tahun 2020, sebanyak 1 juta unit. “Realisasi volume lalu lintas jalan tol keluar Jabodetabek sebanyak 1.922.206 kendaraan,” kata Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan saat konferensi pers, Rabu (4/ 5).
Bayangkan 1.9 juta kendaraan secara berbarengan keluar dari kota Jakarta. Semisal satu kendaraan saja menghabiskan bahan bakar rata rata 100 liter atau pulang pergi 200 liter. Maka biaya bahan bakar yang terbuang percuma selama mudik lebaran adalah 2.937.600.000.000,00 hampir 3 trilyun rupiah.
Jalan tol yang dibangun menghubungkan banyak kota dari ujung ke ujung baik di Jawa dan Sumatera sangat membantu masyarakat dalam mobilisasi kegiatannya dari satu kota ke kota lainnya. Hal ini tentunya membantu masyarakat untuk pulang kampung saat mudik lebaran, tetapi system transportasi yang kurang baik serta mudahnya masyarakat mempunyai kendaraan pribadi dan mendapatkan Surat Ijin Mengemudi membuat masyarakat ogah berpindah ke transportasi Umum. Mereka memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum. Tidak jelasnya rute angkutan umum, tidak pastinya jadwal dan kepastian armada, sulitnya berangkat dari rumah mencapai stasiun menjadi alasan mereka malas menggunakan kendaraan umum.
Namun kalau situasi ini dibiarkan maka jalanan akan semakin penuh dengan kendaraan, macet terjadi dimana mana. Pemborosan bahan bakar dan pemborosan waktu tempuh akan menjadi suatu yang biasa.
Harusnya Indonesia belajar dari negara tetangga bagaimana mereka bisa membuat kebijakan makro dan mikro untuk urusan transportasi masal ini.
Kita sepertinya sangat simpang siur atas penataan transportasi, contohnya monorel yang sudah di bangun bahkan tiang sudah di pancang sepanjang HR Rasuna Said hingga gedung DPR sampai saat ini masih berdiri, tetapi anehnya ditengah jalan HR Rasuna Said sekarang dibangun LRT yang entah selesai kapan.
Seperti diketahui, pertumbuhan jalan di Jakarta tak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan. Panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 kilometer dan luas jalan 40,1 km atau 0,26 persen dari luas wilayah DKI. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun. Hal ini tidak sebanding dengan tingginya angka perjalanan yang mencapai 22 juta per hari. Hal ini diperparah dengan menurunnya minat masyarakat menggunakan kendaraan umum yang hanya 12.9 persen saja dan berbanding terbalik dengan tahun 1980 an dimana pengguna transportasi umum mencapai 50 persen.
Kebijakan radikal atas pengaturan populasi kendaraan seperti yang dilakukan Pemerintah Singapura perlu digunakan sebagai contoh. Di sana diatur tentang jumlah kendaraan dibandingkan dengan ruas jalan yang ada. Vehicle quota system (kuota sistem pengaturan jumlah kendaraan) mengatur jumlah kendaraan yang beredar di jalan raya. Setiap kendaraan yang dijual digantikan dengan kendaraan baru dengan sistem bidding atau tender. Harga kendaraan menjadi sangat mahal. Hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang justru sangat mudah dan murah mendapatkan kendaraan bermotor. Di Singapura bahkan ada rumusan di mana total kuota kendaraan tersebut diatur dan didapat dari hitungan. Setiap tahun, kuota ditetapkan untuk mengatur target persentase pertumbuhan dalam total populasi kendaraan bermotor dibandingkan dengan ruas jalan yang ada, ditambah lisensi kuota tambahan untuk menutupi jumlah kendaraan bermotor yang di-deregistrasi selama tahun tersebut dan ditambah izin kuota yang tidak terisi dari tahun sebelumnya. Apabila ada kuota tersisa, kemudian ditenderkan sisa kuota kendaraan tersebut. Umur kendaraan diatur dan dibatasi, semakin tua umurnya semakin mahal pajaknya dan untuk pemilik kendaraan yang tua ditawarkan insentif untuk pembelian mobil baru, dalam arti pemilik mobil tua diberi diskon pajak certificate of entitlement rebate. Dengan sistem itu tentu jumlah kendaraan dapat dibatasi dan masyarakat dipaksa untuk menggunakan kendaraan umum.
Berbanding terbalik dengan Indonesia yang justru menerapkan diskon pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) 100 persen untuk kendaraan bermotor hingga September 2022, Justru aturan ini memicu masyarakat membeli mobil dan memenuhi jalanan dengan kendaraan baru sementara kendaraan lama masih berkeliaran di jalanan.
Sumber Kompas.
Nah mari kita bandingkan dengan Singapore
.Membangun sytem transportasi yang dibuat dalam suatu wadah Land Transportation Authority yang menata system tarnsportasi terpadu memuat masyarakat mau pindah ke transportasi umum.
Pembagian jalur bis jarak dekat dan yang jarak jauh, bis malam hari (Nigh Owl) bis lingkungan yang terintegrasi dengan aplikasi daring membuat masyarakat lebih memilih transportasi umum di bandingkan kendaraan pribadi.
Saya pernah singgah di rumah sahabat di Singapore, dia bilang tunggu aja dirumah, bisnya masih 5 menit. Bener saja saya jalan kaki ke halte dan bus itu tiba di halte tepat waktu. Tidak ada pemborosan waktu dan kita bisa memprediksi waktu perjalanan kita. Sangat efisien.
Pemerintah Singapore terus memperluas jaringan transportasi umum kami – kereta api, bus, dan jalan umum – untuk membuat transportasi umum lebih nyaman bagi warga Singapura, dan mengurangi ketergantungan pada mobil. Naik MRT atau SMRT Buses untuk mencapai berbagai bagian Singapura akan semakin nyaman
Nah bagaimana dengan Indonesia ? well semoga kedepan dipikirin deh sama pemimpin negeri ini. Energi sekarang semakin sulit apalagi dengan adanya perang Rusia dan Ukraina yang menjadikan embargo energi fosil terjadi.
Salam Safety
Wijaya Kusuma S. /British Safety Council Member/ DDT Master Trainer/BNSP Certified Trainer/SDC Certified Trainer/Tenaga Ahli Korlantas